Sabtu, 05 November 2011

sebuah impian cinta pangeran kodok

Penulis:slampuerwantoe





Boneka kodok berwarna hijau itu kini terpampang di sudut kamar gue. Sesekali gue memeluknya erat lalu tersenyum saat menatapnya lagi, ada sesuatu yang selalu mengingatkan gue..
          Disampingnya ada sebuah kotak kecil berwarna gelap, untuk kesekian kalinya gue membuka kotak itu, bros cantik dengan hiasan bentuk hati warna putih. Sepertinya ada makna tersendiri yang tersimpan di dalam kado spesial yang satu itu, ‘’Lambang cinta sejatikah?”. Menurut gue sih, ada sebuah cinta putih dibalik kearoganannya.
***
           Gelap mulai menutupi langit senja, disambut rintik hujan yang pelan-pelan mulai turun. Yola masih bingung akan dibawa kemana dirinya oleh Bian, dari tadi cuma muter-muter doang gak ada kejelasan. Sementara itu Bian mutusin buat markirin motornya di tempat yang teduh dengan alasan hujan masih belum reda.
          “Well, sebenernya kita mau kemana?” tanya Yola memecah keheningan.
          “Lo maunya ke mana?” jawab Bian santai
          “Suka-suka lo lha mau kemana, gue mana tau! Kan lo yang ngajakin,” Yola pasang tampang kecut.
          “Kalo ujan yah nggak bisa kemana-mana,” balas Bian meyakinkan. Sepertinya situasi emang nggak ngizinin mereka buat jalan-jalan.
          Yola lalu bungkam seribu bahasa, seolah membenarkan ucapan Bian. Kemudian matanya berputar, dan akhirnya tertuju pada sebatang cokelat yang tersimpan di saku Bian.
           “Gue mau dong coklatnya,” Yola nunjuk coklat yang ada di saku Bian. Bian mengangguk kemudian ngasihin tuh coklat yang sebenernya emang dibawain untuk Yola..
           Lima belas menit, tiga puluh menit sampai satu jam pun berlalu.
           “Buruan Bi! Sebenernya mau kemana sih?!” Yola kembali gusar. Bingung mau ngapain.
           Bian melirik jam tangannya lalu tersenyum.
           “Bentar lagi ya. Pliiissss. Temen gue belum pulang nih,” ujar Bian memohon. Yola masih nurut.
           “Dingin tau!” kata Yola sambill mengusap-ngusap kedua telapak tangannya, badannya menekuk. Bian melirik sejenak. Mungkin terbersit simpati di hati Bian pas ngeliat Yola kedinginan. Tapi tampaknya Bian masih mikir apa yang mesti dilakukannya.
           “Ya udah, kita cabut,” Bian beranjak dari tempat duduknya, diikuti langkah Yola yang tampak senang tapi masih keliatan kedingian.
           Sepanjang perjalanan Yola hanya diam. Dia sangat berharap kali ini Bian benar-benar membawanya ke tempat tujuan setidaknya bisa dijadiin tempat untuk beristirahat setelah kehujanan.
           “Buruan Bi! Gue mau pipis nih,” protes Yola setelah sekian lama Bian hanya berputar-putar di jalan , seperti sedang mencari sesuatu.
           “Tahan bentar ya. Temen gue belum dateng juga nih,” pinta Bian (lagi), seakan temannya begitu penting untuk ditemuinya hari ini.
***
           Hari sudah larut saat Bian mengantar Yola pulang ke rumahnya. Persis seperti dugaan Yola sebelumnya, ada kado ulang tahun dari Bian yang dititipin di rumah sepupunya: sebuah bungkusan besar berpita biru. Emang nggak ada hubungannya sama sekali dengan teman yang sedari tadi dijadikan alasan untuk menunggu dan memutar jalan, tapi ternyata semuanya udah masuk perhitungan Yola.
           “Ehm.. Ada lagi nih yang mau gue kasih,” Bian mengeluarkan sebuah kotak berwarna gelap dengan hiasan pita biru dari dalam tasnya.
           “Wow! Apaan isinya??” Yola terkejut, kemudian seolah tak sabar ingin segera membukanya.
           “Jangan dibuka sekarang!” seru Bian mengambil kotak itu kembali dari tangan Yola
           “Loh kok???” Yola tampak bingung dan semakin penasaran
          “Bukanya nanti aja, setelah gue pulang,” Bian memohon. Yola tersenyum lalu matanya kembali menatap Bian.
           “Ada lagi yang mau lo kasih?” tanya Yola tiba-tiba.
           “Ada. Kado terakhir,” ucapan Bian gantung. Nggak jelas apa maksudnya.
           “Apaan??” Yola menangkap sesuatu dari ucapan Bian, berharap benar-benar akan ada kado terindah kali ini.
           “Nggak jadi deh,” jawab Bian agak gelabakan
          “Yang bener??? Mana kado terakhirnya?!” kali ini antusiasme Yola tetep nggak terlalu ditanggapi serius oleh Bian.
           “Nggak ada kok kado terakhir. Gue cuma becanda doang,” Bian nyengir. “Gue pulang dulu ya. Udah malem,” ujarnya sambil beranjak menuju motornya.
           “Beneran nggak ada kado terakhir??!” kata-kata Yola menghentikan langkah Bian. Dia terdiam lalu berjalan ke arah Yola yang duduk mematung di sampingnya.
           “Mungkin lain kali,” ucap Bian dengan tatapan lekat ke arah Yola.
***
           Semuanya seakan tak terucap, tentang perasaan Bian, tentang kegundahan hati Yola. Tapi ada satu yang pasti dari boneka kodok berwarna hijau dibalik bungkusan biru bercorak hati dan kotak hitam kecil itu.
           Titittt!! Tiba-tiba hape Yola berdering, pesan singkat dari Bian..
           “I Love U”
           Dunianya terasa berubah bagi Yola. Senyumnya pun mengembang. Namun ada perasaan greget yang menyelip karena tindakan konyol Bian waktu itu. Mengapa Bian nggak menyatakan perasaannya secara terang-terangan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar